Halaman

Rabu, 22 Januari 2020

Selingkuh Dengan Teman Pacar

Selingkuh Dengan Teman Pacar

Cerita Gairah Dewasa, Selingkuh Dengan Teman Pacar - Sejak berpacaran dengan Luna, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Sandy mulai bergaul dengan teman-teman Luna. Aktifitas Luna membawanya sering berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi Sandy. Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan teman-teman Luna membuatnya mudah dikenali. Dari sering berkumpul ini pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum. Sikapnya yang mudah bergaul membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas anak-anak Hukum.

Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak dibanding teman-teman Luna, membuatnya sering memberikan wawasan baru bagi anak-anak Hukum angkatan Luna. Di sini juga ia menjadi kenal Herlina, yang sama seperti teman Luna yang lain, sekedar kenal dengannya. Herlina sering ikut datang karena statusnya sebagai pacar Eka, salah satu pentolan angkatan Luna.

Tidak ada perhatian khusus Sandy kepada Herlina, kecuali tentu saja, sebagai laki-laki normal, dadanya yang super. Meski bersikap biasa kepada Herlina dan cenderung bersikap sama terhadap teman Luna yang lain, kelebihan pada tubuh Herlina kerap membuatnya tak kuasa melirik lebih dalam, terutama saat Herlina memakai baju yang memamerkan lekuk tubuhnya secara sempurna, apalagi kulit Herlina putih bersih dan mulus.

Perkenalan lebih terjadi saat Luna meminta Sandy mengantarnya ke kost Herlina karena perlu meminjam bahan kuliah. Saat itu pun Sandy masih belum sadar Herlina itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Eka. Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih lama setelah Sandy dan Herlina ternyata punya selera musik yang sama. Obrolan itu masih dalam batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Sandy jadi lebih ingat siapa Herlina, paling tidak namanya. Herlina sendiri sebetulnya bukan teman akrab Luna. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik.

Aktifitas mengantar Luna ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan bagi Sandy karena ia sering bertemu Herlina. Namun, sekali lagi ini sebatas karena mereka punya selera musik yang sama. Paling tidak, saat menunggu Luna berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi mahasiswa kampus, Sandy punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak ngobrol. Luna pun merasa beruntung Sandy mengenal Herlina karena ia jadi lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Sandy menunggunya.

Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Rapat-rapat sering digelar untuk merumuskan strategi kampanye. Kasihan kepada Sandy, pada suatu hari Luna tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta dijemput lagi pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai. Sandy pun memutuskan untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di dekat kampus. Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang keluar.

Tak habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain. Namun, jalan ke kost-an temannya itu melewati kost-an Herlina. Dari jalan, yang hanya berjarak sekitar 15 meter dari deretan kamar kost tersebut. Ia melihat Herlina keluar dari kamarnya hendak menjemur handuk. Sandy melambatkan motornya dan berharap Herlina melihat. Dan, harapannya terkabul. Ia akhirnya memutuskan main di kost Herlina sembari menunggu Luna selesai rapat.

“Luna lagi rapat ya?”

Herlina membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah. Ia mempersilakan Sandy duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak ada kursi. Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil tempat Herlina belajar.

“Iya. Loe kok ngga ikut Lin?”
“Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja.”
“Eka di sana juga?”
“Iyalah, dia kan proyeknya. Masa’ dia ngga dateng. Ini juga gue lagi nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton.”

BACA JUGA : YULIA KAKAKKU YANG BINAL

Sandy baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya rencana. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu Herlina yang basah habis mandi. Ia hanya bisa menelan ludah melihat Herlina yang seksi sekali dalam kondisi seperti itu. Aroma yang cukup familiar baginya merebak dari rambut Herlina yang masih basah.

Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?”

“Hahaha, kecium ya, kok tau sih?
“Yah, elo Lin, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?” ujar Sandy.
“Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Luna yang mau apa emang elo yang suka?”
“Gue udah pake shampo itu sejak SMA,”
“Hihihi…, geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee,” ledek Herlina sambil tertawa geli.

Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Herlina berderai lagi.

“Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue.”

Herlina berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa diartikan berbeda. Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya selera musik yang sama.

“Mungkin kali ya…., loe bocor sih,” sahut Sandy terkekeh.

Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai. Herlina yang cerewet selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Sandy. Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung. Di tengah ngobrol Sandy sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Herlina yang luar biasa ranum. Soal cewe, selera Sandy memang yang memiliki dada besar. Ia sudah bersyukur punya Luna yang berdada lumayan berisi, namun melihat Herlina, rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang.

Saat melihat dari jalan tadi, Sandy menemukan Herlina hanya memakai kimono mandi dan sedang menjemur handuk. Ia sempat diminta menunggu cukup lama oleh Herlina karena harus berpakaian dulu. Harapannya, Herlina keluar dengan pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Herlina hanya memakai tank top putih yang memamerkan ceplakan branya dengan jelas hingga renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang membuat 3/4 pahanya terbuka.

“Eh, Lin, gue mo nanya nih….” ujar Sandy.
“Apaan?”
“Tapi jawab jujur ya….”
“Apaan dulu??
“Ya ini gue mo nanya?.”
“Oke, jujur….”
“Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka.” ujar Sandy.
“Angkatan gue??
“Iya.”
“Jujur kan?…Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Luna kan?”
“Iya.”
“Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok.”
“Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?
“Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada paling yang dulu naksir Luna tapi keserobot elo?hahahaha….”
“Sialan loe?, serius nih gue.”
“Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue.”
“Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Luna.”
“Keki kenapa? emang salah gue apa?”
“Maksudnya keki soalnya Luna dapet cowo kayak elo.”
“Emang gue kenapa?”
“Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Luna, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?”
“Gitu ya…?”
“Iya pak Sandy. Nih ya, gue kasih bandingan: cowo gue yang dulu, itu sama sekali ngga mau gabung. Sebates nganterin gue aja. Sombong banget, kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul. Ngga tau, pembawaan anak teknik kali ya, berasa pintar sedunia.”

Herlina nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius.

“Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana. Jadi serba salah kan?”
“Anak teknik? Dani maksud loe?”
“Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau ah! Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue, ngga cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo respek sama loe, yang cewe,….hihihi, demen.”

Herlina sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Sandy bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Sandy.

“Demen apaan?” Sandy berusaha memaksa Herlina memperjelas omongannya sambil tergelak.
“Ya demen…ih, loe GR ya?” kata Herlina sambil menunjuk Sandy.
“GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,”
“Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama Luna. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga…tuh…”
“Yang bener loe? Siapa?”
“Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh! Eh, bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin cewe-cewe….hahaha.”
“Sialan loe!” balas Sandy sambil terkekeh.

Tanpa sadar, Sandy mendorong paha kiri Luna. Sejak perkenalan pertama mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang lalu. Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik. Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Herlina tertegun sejenak. Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang menbuatnya berdesir. Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong dan disentuh Sandy justru bagian paling sensitif pada Herlina, bagian yang mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu.

Herlina berusaha tidak memandang mata Sandy, tapi ia tak kuasa menahannya. Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu seperti membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat.

“Eh, Lin, sorry ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?”

Kali ini Herlina malah berharap Sandy kembali menyentuhnya. Desiran akibat sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang selama ini belum pernah ia rasakan. Tapi, ia berusaha mengendalikan diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Sandy berusaha ia tutupi.

“Ngga kok Ndy, ngga papa, cuma kaget.”
“Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lin reflek aja.”
“Iya gue tau,” Herlina berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan bahwa bagian yang Sandy sentuh adalah daerah paling sensitif dari tubuhnya.

Sandy benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah. Herlina bukan tidak menyadari hal tersebut. Ia kini paham, Sandy memang bukan tipe cowo yang suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan sembarangan. Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang suka pada Sandy. Sikapnya gentleman banget, sama sekali tidak terlihat dibuat-buat. Dan, kenyataannya Sandy memang benar-benar menyesal telah berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan. Ia adalah laki-laki yang paling tidak bisa berbuat kasar pada perempuan.

“Gue juga termasuk yang dongkol sama Luna, kenapa gue justru nyambung sama cowo-nya…hahaha,” Herlina berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan joke yang sejujurnya ngga lucu.

Sandy pun tertawa meski masih agak dipaksa. Ia benar-benar merasa bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Herlina terlalu dalam. Maksudnya hanya pengakuan ‘kekalahan’ karena didesak soal banyak perempuan yang menyenanginya. Sejujurnya ia juga suka Herlina karena ia anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang yang ia rasa bisa membuatnya nyaman. Sikapnya itu membuat Sandy merasa lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman.

Dari sisi laki-laki, Sandy juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia jadi menyadari Herlina memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang halus. Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya berbuat lebih dari itu. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga sadar, situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua insan berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan. Hanya ia juga tak kuasa dan tak mengerti bagaimana menghentikannya. Langsung pergi, jelas akan membuat Herlina marah, ia bisa menangkap bahwa Herlina tidak menginginkan itu.

Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti patung, Sandy terkejut ketika Herlina sudah menjulurkan tangan dan meraih tangannya. Tapak tangannya digenggam kedua tangan Herlina dan diarahkan ke bibirnya. Dalam keadaan terbuka, Herlina menciumi perlahan-lahan permukaan telapak tangan kanannya. Sandy benar-benar tegang bercampur kaget. Ia tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Herlina menginginkan sesuatu, lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja. Herlina pun bukan tanpa maksud seperti itu. Ia sadar antara dirinya dan Sandy baru benar-benar kenal beberapa bulan belakangan. Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Sandy.

Sandy benar-benar bimbang. Ia tahu, Herlina sudah membuka gerbang dan kini dialah yang harus memainkan bola. Semua ada di tangannya. Di antara bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Herlina sudah melanggar komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya ia bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Luna, tangannya seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Herlina. Jantung Sandy berdegup kencang, bukan lagi takut Herlina akan menolak, tapi sadar ia telah membuat sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan.

Herlina tersenyum. Merasakan belaian lembut jemari Sandy di pipinya. Sandy pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Herlina. Sampai di punggung, tangan kirinya ikut merangkul Herlina dan seketika keduanya sudah berpelukan. Herlina membenamkan seluruh tubuhnya ke Sandy. Pelukannya bahkan lebih kuat dari Sandy dan pantatnya ia geser mendekat. Keduanya masih duduk di lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah. Sandy mengangkat wajah Herlina perlahan.

Ia bisa melihat Herlina tersenyum bahagia merasakan kehangatan tersebut. Sandy sadar, ia melakukannya bukan untuk mengejar perasaan Herlina, tapi lebih pada nafsu. Nalurinya sebagai laki-laki berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan nikmatnya tubuh seksi Herlina yang selama ini sudah ia kagumi. Dalam hati ia terus membatin untuk tidak tanggung-tanggung dan ragu. Ia bertekad menunjukkan pada Herlina bahwa ia memang laki-laki sejati. Sambil mulai menjilati daun telinga Herlina, Sandy berusaha membisikkan kata-kata rayuan ke telinga Herlina.

Glek! Mulutnya justru seperti terkunci. Semuanya sangat sulit untuk dikatakan. Balasan Herlina hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus disekujur punggung Sandy. Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang merekah menyentuh bibir Sandy. Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, keduanya saling mengulum bibir lawannya. Berpagutan dan saling bertukar lidah membuat suasana semakin hangat.

“Ndy…,” Herlina berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu.

Sandy tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia paham ini adalah titik kebimbangan Herlina. Memaksa Herlina menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus mencium Herlina penuh kehangatan. Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri tubuh Herlina dan berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan setiap laki-laki. Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan meremasnya pelan. Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya, beberapa tahun silam. Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan Wita hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu.

Sandy seperti merasakan kembali sensasi itu. Sensasi bercumbu dengan perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara total pada dirinya. Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali dengan Luna. Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan. Andai dulu ia mengabaikan pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu. Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang saling membutuhkan.

Tapi dulu tindakannya tepat. Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi. Walaupun akhirnya ia dan Wita menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali landasan yang telah mereka hancurkan sendiri.

Kini, terhadap Herlina, semuanya berbeda. Tidak ada halangan untuk melakukannya saat ini. Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat ini nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Herlina. Herlina bukan teman dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Herlina karena tubuh Herlina yang menggoda iman. Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Herlina karena sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Herlina.

Remasannya ke dada Herlina semakin kuat. Tanpa ragu, ia menyisipkan jarinya dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan indah itu. Herlina mengerang dan berusaha mendekap Sandy lebih kuat. Tangan Sandy meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya dada Herlina. Kencang, halus dan terawat. Ia pun kagum kepada Herlina yang menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Sandy adalah daya tarik utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya itu. Sembari tangan kanannya meremas dada Herlina, dan lidahnya menjilati leher Herlina. Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang. Sekali terbuka, kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian Herlina melewati leher.

Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu langsung di depan matanya. Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang terpampang di depan matanya itu. Dua bongkah daging yang sejak setahun lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur. Tak berlama-lama puting susu Herlina sudah menjadi sasaran mulutnya. Kuluman bibir, gigitan kecil plus sapuan lidah membuat Herlina terlonjak tak bisa menahan diri. Badannya menegang setiap Sandy menghisap putingnya. Ingin rasanya Sandy mengecup kuat area di kulit yang menutupi tonjolan dada Herlina, tapi ia sadar hal tersebut akan mempersulit posisi Herlina. Apalagi Herlina memohon dengan suara lirih.

“Jangan ada…bekasnya…Ndy….”

Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Sandy. Ia juga sering merasakannya dari Luna, tapi yang disodorkan Herlina dua kali lebih nikmat. Luna juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Herlina. Besar tapi masih proporsional. Ia bisa merasakan puting Herlina menyentuh telinganya saat ia berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di antara dua bukit tersebut.

Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Herlina. Nafas Herlina mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka dan setiap isapan Sandy di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang. Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Sandy. Kendali dirinya benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah Sandy di kedua payudaranya. Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya.

Tak hanya Herlina yang terlena, Sandy pun semakin bernafsu menggarap buah dada Herlina yang menggairahkan itu. Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru. Ia menjelahi setiap titik buah dada Herlina tanpa terlewatkan. Ia ingin tahu reaksi apa yang diberikan Herlina setiap ia menjelajah setiap permukaan buah dada itu.

Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Herlina tertutup sendiri tertiup angin kencang dari luar. Sandy terdiam dan memandangi Herlina sesaat.


“Geblek, lupa ditutup….”

Sandy langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela, apakah ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.

“Kunci Ndy…, sekalian korden…”

Sebut Herlina dengan suara parau dan lemah.

Herlina langsung menggamit lengan Sandy dan memeluk laki-laki itu dan menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu. Menunduk, ia bisa melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Sandy.

“Ndy…, tolong…,”

Ia melepaskan tangan Sandy yang mengusap-usap halus punggungnya. Tangan kanannya membimbing tangan Sandy ke arah selangkangannya. Ia merasakan sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu.

Sejenak Herlina was-was. Ia takut Sandy melakukannya tindakan bodoh seperti laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita. Ia ingin dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu. Selama ini, yang ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari laki-laki itu.

Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Sandy menyambut bimbingan tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya. Dimulai dengan usapan lembut di atas daerah vaginanya yang masih tertutup dua lapisan, celana dan celana dalam. Dilanjutkan gosokan sedikit keras yang menekan alat genitalnya. Sekali lagi, saat Sandy menyentuh paha bagian dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak.

Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah selangkangannya. Sandy pun tak mau berlama-lama menunggu. Sekali tarik, ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Herlina makin tak berdaya telanjang bulat. Tangan Sandy mulai mengusap-usap klitoris dan bagian luar vaginanya. Rasanya seperti melayang setiap sapuan jemari Sandy mengenai alat kelaminnya itu. Dipadu permainan lidah di putingnya, Herlina semakin lemah tak berdaya. Lututnya terasa lemas yang membuat Sandy semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena menjadi terbuka.

Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Herlina memundurkan tubuhnya dan menjatuhkan badannya ke ranjang. Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia buka lebar-lebar. Sandy melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat muda yang terpampang di depannya. Bulu-bulu kemaluan Herlina sangat terawat karena terlihat dari cukuran yang rapi. Bulu-bulu itu hanya tersisa di atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu milimeter.

Sambil memeluk pinggang Herlina dengan tangan kiri, ia mulai memainkan jari kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Herlina. Pengalaman dengan Luna mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam vagina. Ia lebih mementingkan usapan di klitoris. Dengan ibu jari dan jari tengah, ia membuka kulit penutup klitoris. Jari telunjuknya mulai meraba-raba permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda. Lonjakan pantat Herlina terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu dibarengi erangan keras dari mulut Herlina. Herlina meremas-remas sendiri buah dadanya. Ia menahan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya.

Puas jemarinya memainkan klitoris Herlina, lidahnya mulai bergabung. Setiap jilatan sanggup membuat Herlina menjerit. Kedua pahanya berusaha menjepit kepala Sandy yang membuat Sandy semakin ganas memainkan lidahnya. Sesekali permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris Herlina. Tak usah ditanya reaksi Herlina karena perempuan muda itu semakin berisik mengeluarkan erangan dari mulutnya.

Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Herlina terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi.

Sandy sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Herlina ketika Herlina menahan tubuh Sandy dan bangkit meraih kancing celana Sandy dan melepasnya. Bersama celana dalam, satu sorongan ke bawah langsung menjulurkan batang kemaluan Sandy yang sudah mengacung sejak tadi. Herlina tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Sandy. Tak canggung ia menggenggam penis Sandy yang mengacung keras. Kedua tangannya mengenggam bersama, terasa besar dan penuh penis itu memenuhinya.

Satu kocokan, kini giliran Sandy yang terpaksa memejamkan mata merasakan nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu. Dari bawah, Herlina melirik ke atas dan tersenyum kepada Sandy yang berlutut di kasur. Ia paham arti senyum balasan Sandy. Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat batang tersebut di dalam mulutnya. Sedikit gigitan, ia jilat seluruh permukaannya yang mengkilat itu. Urat-urat di sekujur penis Sandy semakin membuat nafsunya memuncak. Ingin rasanya segera merasakannya merayap di dinding vaginanya. Sandy terengah merasakan isapan dan kulumannya. Masih ada sedikit rasa dongkol pada Luna, kenapa temannya itu yang bisa mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap wanita itu.

Di tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Sandy kemulutnya, Herlina hampir tersedak karena ujung kemaluan Sandy menyentuh pangkal rongga mulutnya sementara di luar masih tersisa. Ia semakin bernafsu mengulum penis ini. Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di mulutnya. Lidahnya ia sentuhkan ke ujung penis yang kokoh itu. Ia paham laki-laki amat senang diperlakukan seperti itu.

Terlihat dari paha Sandy yang semakin terbuka membuat penisnya makin mengacung kencang. Seketika ia melihat penis Sandy, Herlina langsung merasakan rangsangan semakin besar dalam dirinya. Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna pada Sandy, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya beradu pandang. Ia ingin Sandy merasakan kenikmatan terdalam pelayanan perempuan.

Herlina memang tidak salah karena Sandy pun mulai merasakan apa yang diharapkannya. Baru kali ini Sandy merasakan perlakuan total perempuan selain Luna terhadap dirinya. Apalagi saat Herlina mulai menjilati dan mengulum kantung buah zakarnya. Semuanya terasa berbeda, benar-benar sensasi yang memabukkan. Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan Herlina, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan. Posisi Herlina yang merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke atas. Pasti nikmat membenamkan penisnya ke kemaluan Herlina sekaligus menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu.

Herlina merasa belum cukup ketika Sandy menarik lengannya. Tapi, ia mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan hangat Sandy di bibirnya. Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Sandy. Herlina sudah tahu kelakuan laki-laki. Jika sudah menarik dan merebahkan tubuh perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi.

Namun, dugaannya meleset. Sandy justru merebahkan badannya di sisi Herlina. Berbaring miring, Sandy mengisap lagi buah dadanya. Herlina semakin kagum akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri. Ia semakin kaget ketika jemari Sandy mulai bermain lagi di sekitar kemaluannya. Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok klitorisnya. Herlina menggelinjang menerima perlakuan Sandy. Benar-benar laki-laki penuh misteri, pikirnya.

Laki-laki sempurna, pikir Herlina menyadari betapa beruntungnya ia berhasil mendapatkan Sandy seperti sekarang. Bisa mendapatkan lagi sesuatu yang dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya. Kalau saja ia tahu Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia mau menyerahkan semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut itu. Rasanya muak hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan Dani saat ia baru dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat itu.Untung Eka hadir sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini, tapi kadang perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Eka.

Tapi kali ini ia ingin total merasakan kehangatan Sandy. Kekagumannya membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Sandy padanya saat ini. Menikmati usapan jemari Sandy yang cepat itu membuatnya ia sanggup melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi relung hatinya.

Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Sandy, tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang membuat sejenak dirinya seperti melayang. Suara-suara di sekitarnya seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak demikian kuat yang semakin lama semakin melemah frekuensi dan intensitasnya. Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi terbesar yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain.

Liang vaginanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum mereda, Sandy sudah menindih tubuhnya. Ia bisa merasakan bobot tubuh Sandy terutama di bagian bawah pinggangnya. Tangan Sandy sudah tegak di sisi buah dada Herlina kekar menopang badannya sendiri. Ia bisa merasakan bagian tubuh bawah Sandy bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan penisnya. Herlina pun langsung meraih penis nan kokoh itu dan membimbingnya ke ujung vaginanya.

Sandy tersenyum dan Herlina membalasnya dengan senyuman manis diiringi anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan. Terasa Sandy mendorong kuat pantatnya dan Herlina juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Sandy di dinding vaginanya. Sungguh halus dan penuh perasaan Sandy memasukkan penisnya ke vagina Herlina. Perlahan cairan di dalam vagina melumasi permukaan penis Sandy. Tak ada rasa sakit sama sekali meski penis tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Eka. Itu karena Sandy melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa.

Mulai terasa perih ia menarik kembali penisnya sedikit dan membenamkannya lagi sampai akhir seluruh penisnya dilumat vagina Herlina. Sodokan pertama penis tersebut masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vagina Herlina yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Herlina pun merasakan sekali lagi kenikmatan luar biasa itu. Apalagi, Sandy tidak langsung memompa pantatnya cepat-cepat dan keras. Pertama masuk penuh, ia menahannya dan memandangi wajah Herlina dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Herlina seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya demikian berharga di hadapan Sandy,

Sandy sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan. penisnya yang sudah bersarang di vagina Herlina adalah sebuah tanda babak baru hubungannya dengan Herlina yang tidak akan mudah dikembalikan seperti sedia kala. Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi yang hanya bisa dirasakan oleh Sandy dan Herlina, tak seorangpun bisa merasakan itu.

Setelah itu, mulailah Sandy menggerakkan pantatnya mengangkat dan menekan yang membuat penisnya keluar masuk bergesekan dengan liang vagina Herlina. Hangat dan lembut bisa Sandy rasakan lewat sekujur penisnya dari dalam vagina Herlina.

Herlina menyambut setiap gerakan Sandy dengan jepitan dan gerakan kecil pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras dan cepat berirama. Melihat Herlina terpejam dan mengerang dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Sandy makin bernafsu. Herlina semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Sandy semakin ingin membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Herlina.

Apalagi setiap ujung penisnya menyentuh pangkal vagina Herlina. Rasanya sungguh tiada tara. Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Sandy. Tapi mereka sudah tidak peduli. Herlina bukan tidak menyadari seseorang pasti ada yang mendengar deritan tersebut di bawah. Apalagi kalau teman kost yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar. Tapi ia yakin semua temannya akan maklum.

Semakin kuat dan cepat sodokan Sandy membuat Herlina merasakan lagi desakan rasa luar biasa yang akan tiba. Ia hanya bisa mencengkram punggung Sandy keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak. Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya. Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut kuat hingga Sandy juga bisa merasakannya.

Sandy langsung menghentikan gerakannya membiarkan penisnya merasakan cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu. Tindakan Sandy juga membuat Herlina merasakan kenikmatan luar biasa. Kali ini terasa lebih nikmat karena denyutan vaginanya tertahan penis Sandy yang sedang membenami kemaluannya itu. Semakin banyak saja kekaguman Herlina pada Sandy. Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan sodokan membuat Herlina bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut. Sebuah teknik bercinta yang baru kali ini Herlina rasakan.

“Sandy…,nikmat sekali…,”

Herlina memeluk Sandy kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu. Sekali lagi Sandy tersenyum membalas Herlina.

“Enak?”
“Banget!” Jawab Herlina singkat dan tegas.
“Gaya lain…?”

Herlina langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Sandy gaya apa yang diinginkan Sandy.

Sandy membalik badan Herlina dan mengangkat badan bagian bawah Herlina dengan memeluk pinggang dari belakang. Herlina langsung berdebar-debar begitu tahu Sandy ingin melakukan gaya doggy. Missionari saja sudah sanggup mencapai pangkal vaginanya, apalagi doggy.

Tak menunggu lama Sandy langsung memasukkan penisnya. Herlina menunduk sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh penis Sandy terbenam makin dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Sandy semakin tak bisa mengendalikan birahinya. Kali ini Sandy langsung mendorong dengan cepat dan Herlina mengikuti irama dengan mendorong pantatnya ke belakang. Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam.

Masuk hitungan belasan menit menyodok vagina Herlina, belum ada tanda-tanda dorongan Sandy melemah. Sebaliknya justru makin kuat, membuat Herlina makin bernafsu. Tetesan peluh mulai membasahi keduanya, namun baik Herlina dan Sandy justru makin bersemangat. Herlina, yang bisa dua kali beruntun merasakan kenikmatan puncak saat disodok Sandy dari belakang justru semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu. Pantat dan pinggangnya makin bergerak liar membuat Sandy tak mampu menahan lenguhannya.

Tiba-tiba ganti Herlina yang berinisiatif. Ia lepaskan penis Sandy dari vaginanya dan mendorong Sandy sampai terlentang. Ia langsung memanjat tubuh Sandy dan duduk di atas acungan penis Sandy yang masih kokoh berdiri. Melihat Herlina bergerak naik turun, Sandy tak kuasa untuk tidak meremas buah dada Herlina yang terguncang-guncang. Telapaknya yang besar berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah berhasil. Remasannya makin kuat membuat Herlina makin mempercepat gerakannya.

Sekali lagi Herlina harus mengaku kalah. Karena meski ia telah mencoba berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vaginanya. Herlina langsung ambruk menindih Sandy yang sudah siap menerimanya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya.

“Kamu kuat banget Ndi…”
“Kamu di bawah lagi ya…?”

Herlina mengangguk lemah dan menggulingkan badannya ke sisi kanan Sandy.

0 komentar:

Posting Komentar